28.2.09

Rara Mendut


RARA MENDUT
Y.B. MANGUNWIJAYA
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2008 – 802 halaman
Pustaka SemburatJingga 14070895000

Pertama kali saya membaca sastra Y.B. Mangunwijaya pada tahun 1984, lewat novelnya Burung Burung Manyar. Jujur, saya kesangsem dengan tulisannya yang renyah itu. Makanya, ketika kuliah di Yogyakarta, saya berusaha untuk ‘berkenalan’ dengan beliau. Jadilah saya kerap hadir dalam berbagai kegiatan dan diskusi beliau yang ketika itu juga menjadi kesempatanku untuk kenal dengan Emha Ainun Najib, Amien Rais, Umar Kayam dan Romo Dick Hartoko.

Romo Mangun, begitu beliau diakrabi, adalah pengemban misi injili yang lebih memilih ‘praktek lapangan’ ketimbang berkotbah dan memimpin perayaan ekaristi. Praktek lapangan beliau yang paling mengesankan adalah membangunkan perkampungan bagi kaum girli (pinggir kali) di bantaran Kali Code yang membelah Ngayogyakarta Hadiningrat.

Romo Mangun lahir di Ambarawa pada 6 Mei 1929. Menamatkan Pendidikan Filsafat dan Teologi di Seminarium Maius Sancti Pauli Yogyakarta (1959) dan Sekolah Tinggi Teknik Westfaelen di Aachen, Jerman (1966). Anggota Aspen Institute for Humanistic Studies di Aspen, Colorado, USA (1978). Beliau meninggal pada tahun 1999.

>>>^<<<

Novel Rara Mendut ini adalah trilogi yang dijilid dalam satu buku. Terdiri atas Rara Mendut (hal 1 – 279), Genduk Duku (280 – 501) dan Lusi Lindri (502 – 799). Pernah diangkat ke layar lebar pada tahun 1983 dengan pemeran Meriam Bellina.


Rara Mendut, budak rampasan yang menolak diperistri oleh Tumenggung Wiraguna demi cintanya kepada Pranacitra. Dibesarkan di kampung nelayan pantai utara Jawa, ia tumbuh menjadi gadis yang trengginas dan tidak pernah ragu menyuarakan isi pikirannya. Sosoknya dianggap nyebal tatanan di lingkungan istana di mana perempuan diharuskan bersikap serba halus dan serba patuh. Tetapi ia tidak gentar. Baginya, lebih baik menyambut ajal di ujung keris Sang Tumenggung daripada dipaksa melayani nafsu sang panglima tua.


Genduk Duku, sahabat Rara Mendut yang membantunya menerobos benteng Istana Mataram dan melarikan diri dari kejaran Tumenggung Wiraguna. Setelah kematian Rara Mendut dan Pranacitra, Genduk Duku menjadi saksi perseteruan diam-diam antara Wiraguna dan Pangeran Aria Mataram, putra mahkota yang kelak bergelar Sunan Amangkurat I dan sesungguhnya juga jatuh hati kepada Rara Mendut – perempuan rampasan yang oleh ayahnya dihadiahkan kepada panglimanya yang berjasa.


Lusi Lindri, anak Genduk Duku dipilih menjadi anggota pasukan pengawal Sunan Amangkurat I oleh Ibu Suri. Lusi Lindri menjalani kehidupan penuh warna di balik dinding-dinding istana yang menyimpan ribuan rahasia dan intrik-intrik jahat. Sebagai istri perwira mata-mata Mataram, ia tahu banyak – bahkan terlalu banyak. Semakin lama nuraninya semakin terusik melihat kezaliman junjungannya. Tiada pilihan lain. Bulat sudah tekadnya, baginya lebih baik mati sebagai pemberontak penentang kezaliman daripada hidup nyaman bergelimang kemewahan.


Kisah ini memang berlatar sejarah dan diangkat dari Babad Tanah Jawi, namun sajiannya disuguhkan secara populer dan disana sini tersisip kenakalan dan kejenakaan khas Rama Mangun.
ANDRETHERIQA 030209

Tidak ada komentar: